AL-GHAFUUR
Yang Maha Pengampun
Kata Al-Ghafuur sama dengan Al-Ghafar ditinjau dari akar katanya yakni “ghafara”, dengan segala makna yang telah diuraikan ketika menjelaskan makna “Al-Ghaffaar”. Dalam Al-Qur’an kata Ghafuur terulang sebanyak 91 kali, jauh lebih banyak dari Al-Ghaffaar yang hanya terulang sebanyak lima kali. Pada umumnya sifat Allah ini dirangkaikan dengan sifat-Nya yang lain, khususnya Ar-Rahim. Selebihnya dirangkaikan dengan Halim, ‘afuw dan lain-lain dan hanya dua yang berdiri sendiri. Perangkaiannya dengan Ar-Rahim, memberi kesan bahwa pengampunan dan anugerah-Nya yang dicakup oleh pengertian sifat ini – tidak terlepas dari rahmat kasih-Nya.
Banyaknya disebut sifat Al-Ghafuur dalam Al-Qur’an memberi kesan bahwa Allah membuka pintu seluas-luasnya bagi hamba-Nya untuk memohon. Bahkan secara tegas dinyatakan, “Allah mengajak ke surga dan pengampunan-Nya atas izin-Nya” (Q.s. Al-Baqarah 2:221). Perhatikan bagaiamana ayat ini, di samping menegaskan bahwa “Allah mengajak” juga menguatkan ajakan itu dengan pernyataan “atas izin-Nya”, sehinga terasa benar bahwa ini adalah ajakan yang sangat serius di samping memberi kesan bahwa langkah yang diambil oleh seseorang menuju Allah tidak terlepas dari izin-Nya. Dengan demikian, Allah bukan hanya mendorong, sebagaimana firman-Nya, “Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.” (Q.s. Ali Imran 3:133), tetapi juga menyiapkan situasi kejiwaan yang dapat mengantar manusia meraih pengampunan.
Sifat Allah yang terambil dari akar kata ini adalah Ghafuur, Ghaffaar dan Ghafir. Ibnu Al-‘Arabi mengemukakan beberapa pendapat menyangkut perbedaan kata-kata tersebut. Ghafir adalah “pelaku”. Maksudnya ia sekedar menetapkan adanya sifat ini pada sesuatu, tanpa memandang ada tidaknya yang diampuni atau ditutupi aib dan kesalahannya. Perbedaan antara Ghaffaar dan Ghafuur adalah Ghaffaar “yang menutupi aib, kesalahan di dunia,” sedang Ghafuur menutupi aib di akhirat. Atau Ghafuur dapat juga berarti, “banyak memberi maghfirah”, sedang Ghaffaar mengandung arti “banyak dan berulangnya maghfirah” serta “kesempurnaan dam keleluasaan cakupannya. Dengan demikian, Ghaffaar lebih dalam dan kuat kandungan maknanya dari Ghafuur dan karena itu pula ada yang berpendapat bahwa ia dapat mencakup orang-orang yang bermohon maupun yang tidak bermohon.
Pendapat lain mengatakan bahwa Ghafir adalah yang menutupi “sebahagian”, Ghafuur yang menutupi “kebanyakan”dan Ghaffaar yang menutupi “keseluruhan”.
Pendapat ini tidak beralasan, apalagi dengan memperhatikan kandungan ayat berikut dan penutupnya. “Katakanlah; Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Al-Ghafuur Ar-Rahim, Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Q.s. Az-Zumar 39:53).
Terbuka kemungkinan bagi yang tidak bermohonpun -selama dosanya bukan mempersekutukan Allah- untuk diampuni oleh-Nya. “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa yang mempersekutukan-Nya dengan sesuatu dan mengampuni dosa selain dari itu bagi siapa yangdikehendaki-Nya” (Q.s. An-Nisa’4:48 dan 116).
“Hamba-Ku, seandainya engkau datang kepada-Ku membawa hampir sebanyak isi bumi dosa, Aku akan datang menyambutmu dengan hampir seisi bumi maghfirah, selama engkau tidak mempersekutukan Aku (dengan sesuatu)” (H.R. Attirmizi melalui Anas bin Malik).
Imam Ghazali dalam membedakan sifat Ghafuur dan Ghaffaar menulis bahwa keduanya bermakna sama, hanya saja Ghaffur mengandung semacam mubalaghah (kelebihan penekanan) yang tidak dikandung oleh kata Al-Ghaffaar, karena Al-Ghaffaar menunjukkan mubalaghah dalam maghfirah (pengampunan menyeluruh/penutupan yang rapat) disamping berulang-ulangnya hal tersebut, sedang Ghafuur menunjuk kepada sempurna dan menyeluruhnya sifat tersebut. Allah Ghafuur dalam arti sempurna pengampunan-Nya hingga mencapai puncak tertinggi dalam maghfirah.
Pendapat Al-Ghazali diatas, mengantar kita untuk berkata vahwa pada prinsipnya upaya meneladani sifat Allah ini pun sama dengan apa yang telah dijelaskan ketika membahas sifat Al-Ghaffaar. Demikian wa Allah álam
M Quraish Shihab (Menyingkap Tabir Illahi)