Kawanku semua yang dirahmati Allah, Aku berkisah diriku,sejak umpatan ibuku hidupku tidak karuan tanpa kendali,nah dari hal ini aku mengawali tulisan ini,Aku memohon pada kaum ibu, berhati hatilah membawa lisanmu terhadap anak anakmu, inilah ceritaku Satu ketika di saat kecil seumuran 11 tahunan aku sangat bandel, dan satu saat ibuku pernah mengumpat tidak sadar karena saking gerangnya , "BAJINGAN KAMU,masih kecil kalau main sebelum senja belum pulang " dan kini aku masih merasakan kehidupan yang begitu sulit, banyak menjamah komunitas komunitas yang jauh dari iman, Ibu maafkan aku dulu, kembalikan do'amu,agar kehidupanku kembali normal,Amiiin (pintaku lirih ) mulianya seorang ibu,
yang tak bisa digantikan apapun, allah pun mengistimewakan ibu dengan
doa yang cepat diijabahi, bahkan seribu ulama jika dikumpulkan terus
berdoa bersama takkan mampu menyaingi doa seorang ibu yang tulus,
betapa mulianya ibu bukan? lantas jika engkau berbuat salah kepada ibu
terus mereka mendoaakan yang buruk padamu? apakah juga langsung
dikabulkan Allah ? seperti cerita malin kundang? kasihan kan anaknya?
nah doa semacam inilah yang seharusnya dihindari untuk diucapkan…
sebuah kisah doa ibu kepada anak yang durhaka
Dahulu kala ada seorang pemuda di negri Arab yang dihormati orang
sekitarnya karena kebaikannya dan amalnya. Ilmunya pun tinggi, ibunya
sangat bangga padanya. Suatu hari, anaknya meminta izin untuk peergi ke
Mekah, ia ingin menimba ilmu di sana. Namun sang ibu merasa keberatan.
Ibu nya takut kesepian, ditambah anaknya yang akan tinggal di mekah
dalam beberapa tahun.
Namun tekad anaknya sudah bulat. Pemuda itu tetap berangkat
menuntut ilmu ke Mekkah. Sang ibu ditinggalnya sendirian di rumah dengan
air mata yg mengalir deras. Hati ibunya merasa sakit sekali kalau
mengingatkan anaknya yang tak memperdulikan permintaanya itu.
“Ya Allah” rintih ibunya
“Sesungguhnya anakku telah membakar hati hamba dengan kepergiannya. Turunkanlah siksa kepada anakku, ya Allah”
Begitu mendalam rasa sedih dan sakit hati sang ibu hingga hampir tiap malam ia berdoa demikian.
Begitu mendalam rasa sedih dan sakit hati sang ibu hingga hampir tiap malam ia berdoa demikian.
Pemuda itu sudah tiba di Mekkah, ia mencari ilmu dengan giat dan
selalu beribadah. HIngga pada suatu malam, terjadilah suatu musibah
menimpa dirinya.
Malam itu ada seorang pencuri masuk ke rumah seorang saudagar kaya.
Namun aksi pencuri tersebut diketahui oleh sang pemilik rumah. Pencuri
itu lari, namun jejaknya diketahui. Si pencuri lari menyelamatkan diri
dengan masuk ke dalam masjid. Di dalam masjid, pencuri tersebut bertemu
dengan sang pemuda sedang berzikir dengan khusuknya. Dengan liciknya
pencuri tersebut berteriak dan tangannya menunjuk ke arah pemuda
tersebut dan memfitnahnya sebagai pencuri.
Sang saudagar kaya pun menangkap sang pemuda dan membawanya ke
hadapan Raja untuk diadili. Malang nasib sang pemuda, Raja member
hukuman kepadanya dengan memotong tangannya, kakinya dan mencongkel
kedua matanya, dan Raja memerintahkan untuk di arak ke hadapan umum.
Semua orang berteriak bahwa itulah akibatnya kalau mencuri harta orang
lain. Namun sang pemuda menyangkalnya, ia tidak terima dihina seperti
itu, namun ia malah menyuruh orang-orang disekitarnya untuk menghinanya
dengan berkata, inilah balasannya kalau seseorang durhaka kepada
ibunya.
Orang-orang pun heran dengan perkataanya, sehingga mereka
bertanya-tanya, apakah pemuda ini seorang pencuri atau bukan. Maka Raja
menyelidikinya kembali. Dan terbukti bahwa pemuda itu tidak bersalah.
Raja pun memerintahkan agar pemuda itu dibebaskan dan dikembalikan ke
ibunya.
Namun, keadaan sang pemuda sudah cacat, sehingga ibunya pun tidak
dapat mengenalinya. Ketika sampai dirumah, pemuda itu berpura-pura
menjadi pengemis dan meminta roti. Pemuda itu meminta agar ibunya
mendekat dan memberikan roti itu lebih dekat kepadanya. Ibu nya pun
setuju dengan pertimbangan pengemis itu sudah tidak punya tangan, kaki
dan mata. Ketika ibunya mendekat, tiba-tiba pengemis itu merebahkan
dirinya ke pangkuan sang ibu dan menangis. Ia pun mengaku bahwa
sebenrnaya ia bukanlah seorang pengemis, melainkan anaknya.
Ibunya pun kaget, setelah mengetahui buah dari doanya yang buruk,
yang selama ini ia panjatkan disetiap solatnya. Ia pun kembali mengankat
tangan dan berdoa “ Ya Allah, saksikanlah bahwa semua kesalahan anakku
telah ku maafkan. Ya Allah, sungguh mengerikan siksaan yang menimpa anak
hamba ini. Hamba tak sampai hati melihat keadan anak hamba yang cacat.
Ya Allah, akhirilah hidup hamba ini bersama-sama dengan anak hamba
sehingga kami tidak menanggung malu lagi”. Doanya pun dikabuli oleh
Allah SWT, ia dan anaknya mati bersama-sama.
Dari cerita diatas, dapat disimpulkan bahwa sedemikian cepat Allah
dapat mengabulkan doa seorang ibu, maka ibu, jagalah lisanmu,
berhati-hatilah dalam berdoa. Meski hati tersakiti, janganlah
memanjatkan doa yang buruk kepada anaknya. Demikian juga dengan sang
anak. Bersikap baiklah dalam menjaga hati ibu, jangan pernah kau sakiti
hatinya.
Ibu, jagalah lisanmu, perbanyaklah berdoa dengan hal yang baik
untuk anak-anak mu, sesakit apa hatimu ibu, coba lah mengadu kepadaNya,
namun janganlah kau sesekali mengucapkan hal yang buruk kepada anakmu.
Selalu berdoalah kepada Allah untuk menjaga lisan kita :
“ Ya Tuhanku, lapangkanlah untuku dadaku, dan mudahkanlah untuku
urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti
perkataanku”
urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti
perkataanku”
kawanku semua yang dirahmati Allah, apa hikmah dari cerita ini, bahwa
setiap ada akibat pasti ada sebab, seorang ibu takkan pernah mendoakan
yang buruk bagi anaknya jika anaknya patuh dan sayang kepada orang
tuanya terlebih ibu,
Doa seorang ibu sungguh mustajab. Balk doa kebaikan ataupun doa
buruk. Rosululloh pernah menyampaikan suatu kisah menarik berkaitan
dengan doa ibu. 5uatu kisah nyata yang terjadi pada masa sebelum
Rosululloh yang patut diambil sebagai ibroh bagi orang-orang yang
beriman.
Dahulu, ada tiga orang bayi yang bisa berbicara. Salah satunya adalah
seorang bayi yang hidup pada masa Juraij. Juraij adalah seorang ahli
ibadah, dia memiliki sebuah tempat ibadah yang sekaligus jadi tempat
tinggalnya.
Suatu ketika Juraij sedang melaksanakan sholat, tiba-tiba ibunya
datang memanggilnya: “Wahai Juraij”. Dalam hatinya, Juraij bergumam:
“Wahai Robbku, apakah yang harus aku dahulukan… meneruskan sholatku
ataukah memenuhi panggilan ibuku?!”.
Dalam kebimbangan, dia tetap meneruskan sholatnya. Akhirnya sang ibu
pulang. Esok harinya, sang ibu datang lagi dan memanggil: “Wahai
Juraij!”. Juraij yang saat itu pun sedang sholat bergumam dalam hatinya:
“Wahai Robbku, apakah aku harus meneruskan sholatku… Ataukah (memenuhi)
panggilan ibuku?l”. Tetapi dia tetap meneruskan sholatnya.
Sang ibu kembali pulang untuk-kedua kalinya. Ketiga kalinya, ibunya
datang lagi seraya memanggil: “Wahai Juraij!”. Lagi-lagi Juraij sedang
menjalankan sholat. Dalam hatinya, ia bergumam: “Wahai Robbku, haruskah
aku memilih meneruskan sholatku ataukah memenuhi panggilan ibuku?I”.
Tetapi dia tetap meneruskan sholatnya.
Akhirnya, dengan kecewa setelah tiga kali panggilannya tidak mendapat
sahutan Bari anaknya, sang ibu berdoa: “Ya Alloh,janganlah engkau
matikan Juraij hingga dia melihat wajah wanita pelacur”.
Orang-orang Dani Israil (ketika itu) sering menyebut-nyebut mama
Juraij serta ketekunan ibadahnya, sehingga ada seorang wanita pelacur
berparas cantik jelita mengatakan: Jika kalian mau, aku akan menggodanya
(Juraij).
Wanita pelacur itupun kemudian merayu dan mengwarkan diri kepada
Juraij. Tetapi sedikitpun Juraij tak memperdulikannya. Namun apa yang
kemudian dilakukan oleh wanita itu? Ia mendatangi seseorang yang tengah
menggembala di sekitar tempat ibadah Juraij.
Lalu demi terlaksananya tipu muslihat, wanitu itu kemudian merayunya.
Maka terjadilah perzinaan antara dia dengan penggembala itu. Hingga
akhirnya wanita itu hamil.
Dan manakala bayinya telah lahir, dia membuat pengakuan palsu dengan
berkata kepada orang-orang: “Bayi ini adalah anak Juraij.” Mendengar hal
itu, masyarakat percaya dan beramai-ramai mendatangi tempat ibadah
Juraij, memaksanya turun, merusak tempat ibadahnya dan memukulinya.
Juraij yang tidak tahu masalahnya bertanya dengan heran: “Ada apa
dengan kalian?”. “Kamu telah berzina dengan wanita pelacur lalu dia
sekarang melahirkan anakmu”, jawab mereka.
Maka, tahulah Juraij bahwa ini adalah makar wanita Iacur itu. Lantas
bertanya: “Dimana bayinya?”. Merekapun membawa bayinya. Juraij berkata:
“Biarkan saya melakukan sholat dulu”, kemudian dia berdiri sholat.
5eusai menunaikan sholat, dia menghampiri si bayi lalu mencubit
perutnya seraya bertanya: “Wahai bayi, siapakah ayahmu?” Si bayi
menjawab: “Ayahku adalah si fulan, seorang penggembala”.
Akhirnya, masyarakat bergegas menghampiri Juraij, mencium dan
mengusapnya. Mereka minta maaf can berkata: “Kami akan membangun tempat
ibadahmu dari emas”. Juraij mengatakan: “Tidak, bangun saja seperti
semula yaitu dari tanah Hat”. Lalu merekapun mengerjakannya.
kawanku semua yang dirahmati Allah…
Kisah di atas diceritakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
sedang menjelaskan tentang tiga orang yang dapat berbicara sewaktu
kecil, yang pertama adalah Isa bin Maryam yang berbicara ketika masih
bayi, kedua Ashabul Ukhdud yang tercantum dalam surat Al-Buruj dan
ketiga adalah kisah Juraij ini.
Pada hadits ini Juraij melihat wajah pelacur karena do’a ibunya setelah Juraij tidak memenuhi panggilannya dengan sebab tetap mengerjakan shalat sunnah. Para ulama beristimbat dengan hadits ini bahwa shalat sunnah harus dibatalkan untuk memenuhi panggilan ibu.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran bahwa taat kepada kedua orang tua harus didahulukan dari ibadah sunnah, lebih ditekankan lagi apabila orang tua kita menyuruh kita untuk melakukan ibadah yang bersifat sunnah atau wajib kifayah. (lihat : Bahjatun Nazhirin I/347.)
Pada hadits ini Juraij melihat wajah pelacur karena do’a ibunya setelah Juraij tidak memenuhi panggilannya dengan sebab tetap mengerjakan shalat sunnah. Para ulama beristimbat dengan hadits ini bahwa shalat sunnah harus dibatalkan untuk memenuhi panggilan ibu.
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran bahwa taat kepada kedua orang tua harus didahulukan dari ibadah sunnah, lebih ditekankan lagi apabila orang tua kita menyuruh kita untuk melakukan ibadah yang bersifat sunnah atau wajib kifayah. (lihat : Bahjatun Nazhirin I/347.)
Ibnu Hazm berkata, “Tidak boleh jihad kecuali dengan izin kedua orang
tua kecuali kalau musuh itu sudah ada di tengah-tengah kaum muslimin
maka tidak
perlu lagi izin” (Al-Muhalla 7/292 No. 922.)
Kata Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, beliau mengatakan bahwa izin itu harus didahulukan daripada jihad kecuali kalau sudah jelas wajibnya jihad dan musuh sudah berada ditengah-tengah kita maka didahulukan jihad. Para ulama membawakan beberapa hadits bahwa selama jihad tersebut fardhu kifayah maka harus didahulukan berbakti kepada kedua orang tua. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
perlu lagi izin” (Al-Muhalla 7/292 No. 922.)
Kata Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, beliau mengatakan bahwa izin itu harus didahulukan daripada jihad kecuali kalau sudah jelas wajibnya jihad dan musuh sudah berada ditengah-tengah kita maka didahulukan jihad. Para ulama membawakan beberapa hadits bahwa selama jihad tersebut fardhu kifayah maka harus didahulukan berbakti kepada kedua orang tua. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
“Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
meminta izin untuk jihad. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya, “Apakah bapak ibumu masih hidup ?” orang itu menjawab, “Ya”
maka kata Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam. “Hendaklah kamu berbakti kepada keduanya”
[Hadits Riwayat Bukhari, Muslim 5/2529 Abu Dawud 2529, Nasa'i, Ahmad 2/165, 188, 193, 197 dan 221]
Juga yang diriwayatkan oleh Muslim (no. 2549) dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
‘alaihi wa sallam. “Hendaklah kamu berbakti kepada keduanya”
[Hadits Riwayat Bukhari, Muslim 5/2529 Abu Dawud 2529, Nasa'i, Ahmad 2/165, 188, 193, 197 dan 221]
Juga yang diriwayatkan oleh Muslim (no. 2549) dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
“Ada yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya
Rasullullah aku berbaiat kepadamu untuk hijrah dan berjihad ingin
mencari ganjaran dari Allah”. Kata Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup ?”, kata orang tersebut
“Bahkan keduanya masih hidup”.
“Apakah engkau mencari ganjaran dari Allah ?. “Orang itu menjawab, “Ya aku mencari ganjaran dari Allah”. “Kembali kepada kedua orang tuamu, berbuat baiklah kepada keduanya”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya pulang” [Hadits Riwayat Muslim No. 2549]
Dalam riwayat lain yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Nasa’i, dikatakan: “Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Ya Rasulullah saya akan berba’iat kepadamu untuk berhijrah dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis”. Kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kembali kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis”
[Hadits Riwayat Abu Dawud 2528, Nasa'i dalam Kubra, Baihaqi dan Hakim 4/152]
“Apakah engkau mencari ganjaran dari Allah ?. “Orang itu menjawab, “Ya aku mencari ganjaran dari Allah”. “Kembali kepada kedua orang tuamu, berbuat baiklah kepada keduanya”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya pulang” [Hadits Riwayat Muslim No. 2549]
Dalam riwayat lain yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Nasa’i, dikatakan: “Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Ya Rasulullah saya akan berba’iat kepadamu untuk berhijrah dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis”. Kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kembali kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis”
[Hadits Riwayat Abu Dawud 2528, Nasa'i dalam Kubra, Baihaqi dan Hakim 4/152]
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dengan sanad yang
hasan dari Muawiyah bin Jaa-Himah. “Jaa-Himah Radhiyallahu ‘anhu datang
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ya Rasulullah aku
ingin perang dan aku datang kepadamu untuk musyawarah”. Kemudian kata
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kamu masih mempunyai ibu?”.
Kata orang ini, “Ibu saya masih hidup”. Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Hendaklah kamu tetap berbakti kepada ibumu karena sesungguhnya
surga berada di kedua telapak kaki ibu”
[Hadits Riwayat Nasa'i, Hakim 2/104, 4/151, Ahmad 3/329.]
[Hadits Riwayat Nasa'i, Hakim 2/104, 4/151, Ahmad 3/329.]
Dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni beliau
mengatakan kenapa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang
beberapa hadits ini ketika disebutkan jihad, Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menyuruh anak ini untuk meminta izin kepada kedua orang tua.
Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya berbakti kepada
kedua orang tua adalah fardlu ‘ain didahulukan daripada fardhu kifayah”
kawanku semua yang baik
Doa seorang Ibu untuk anaknya akan dikabulkan Tuhan, begitu pula
kutukannya. karena makbulnya doa Ibu, maka kebanyakan orang-orang yang
sukses dalam hidupnya, adalah mereka yang dekat dengan ibunya, dan
senantiasa di Doakan oleh Ibunya.
Maka berbuat baiklah kepada Ibumu, karena segala kesuksesan,
kekayaan, dan kebahagianmu sepenuhnya bersumber dari kekuatan doa ibu.
Sebaliknya, segala sebab kejatuhan, kehinaan, dan kemiskinanakan
seketika menghajarmu akibat doa buruk Ibu yang tersakiti hatinya.
oh ibu, doakanlah kami dengan doa yang terbaik….
0 komentar:
Posting Komentar