MAKNA DAN HAKIKAT NUZULUL QUR’AN
Oleh : TAHTA TARMAN RUSLI MUNANDAR & ASEP NURDIN
JADIKAN ALQUR'AN SEBAGAI SURAT CINTAMU PADA RABB-MU
JADIKAN SHALAT ITU PENGHUBUNG DENGAN RABB-MU
JADIKALAH DZIKIR ADALAH KERINDUANMU PADA RABB-MU
&
JADIKANLAH MATI ITU ADALAH PERTEMUAN PERTAMA NAN TERINDAH DENGAN PENCIPTA-MU
Allah swt berfirman : ”Bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu,
barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS.Al-Baqarah : 185)
Menurut
ayat di atas, Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran. Setiap
tahunnya, di bulan Ramadhan umat Islam memperingatinya dengan satu
peringatan yang terkenal dengan istilah “Nuzulul Qur’an”.
Istilah ”“Nuzulul Qur’an”” berasal dari bahasa Arab, terdiri dari dua kata, yaitu ”Nuzul”, yang mempunyai arti ”turun” dan/atau ”maqam yang yang tinggi” (Q.S.[4]: 105,[2]: 176,[6]: 92) dan ”al-Qur’an”, yakni al-Qur’an (bacaan). Jadi, secara harfiah ”“Nuzulul Qur’an””
artinya turunnya al-Qur’an. Yang menjadi pertanyaannya selanjutnya
adalah bagaimana proses turunnya al-Qur’an tersebut ?. Apakah al-Qur’an
(kitab yang sering kita baca) turun dari langit begitu saja, seperti air
hujan yang turun dari langit atau bagaimana ?.
Menurut
al-Raghib, pada dasarnya ”Nuzul” itu mempunyai arti turunnya suatu
benda (materi) dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Akan
tetapi “Nuzulul Qur’an” tidak berarti demikian. Hal tersebut
dikarenakan Allah Swt adalah satu dzat non-materi yang tidak bertempat
(tidak terbatasi oleh ruang), karena itu Nuzulul Quran haruslah
diartikan dengan makna lain. Makna al-Qur’an itu sendiri menurut ahli tafsir adalah kalam
Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad secara mutawatir selama 23
tahun. Begitu juga ahli fiqh mengartikan al-Qur’an sebagai kalam Allah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad, menjadi mukjizat Nabi, lafadznya
secara mutawatir yang ditulis dalam mushaf al-Quran diawali surat
al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-naas. Dengan demikian makna ”“Nuzulul Qur’an”” bukan
berarti jatuhnya/turunnya al-Qur’an dari langit ke bumi begitu saja
dalam bentuk mushaf yang sering kita baca seperti saat ini. Lalu,
bagaimana?
Dalam
beberapa ayat al-Qur’an dijelaskan bahwa sebelum al-Qur’an berbentuk
menjadi ayat/teks/lapazh dalam mushaf/kitab, eksistensi al-Qur’an telah
ada di maqam yang tinggi di sisi Allah swt. Artinya, bahwa al-Qur’an ini
mempunyai satu eksistensi yang berada dalam maqam yang tinggi, yang
dari sanalah dia diturunkan.
Dalam al-Qur’an surah al-Wâqi’ah, ayat 77-80 tertulis: “Sesungguhnya
al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab yang
terpelihara (Lauh Mahfuzh). Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang
disucikan. Diturunkan dari Rabbil ‘alamiin.” Ayat tersebut mengandung makna bahwa al-Qur’an itu ada dan tersimpan di dalam sebuah kitab maknun.
Di dalam ayat lain tertulis: “Haa
Miim. Demi kitab (al-Qur’an) yang jelas. Sesungguhnya Kami menjadikan
al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). Dan sesungguhnya
al-Qur’an itu dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah
benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.” (Q.S. az-Zukhruf [43]: 1-4)
Ayat
tersebut juga mengandung arti bahwa al-Qur’an Arabi (yang bertuliskan
Arab) itu dahulunya di sisi Allah adalah satu eksistensi yang sangat
mulia lagi terjaga yang tersimpan dalam Ummul Kitab/Lauh mahfuzh,
dan eksistensi mulia tersebut kemudian dijadikan dalam bentuk al-Qur’an
Arabi yang kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Jadi,
al-Qur’an sebelum diturunkan kepada Rasululullah Saw, disimpan di suatu
tempat yang bernama Lauh al-Mahfudz (Q.S. Al-Burûj: 21-22). Bukan hanya
al-Qur’an, seluruh kejadian yang telah, sedang dan akan terjadi di alam
ini pun telah dicatat di tempat tersebut. Tentang Lauh al-Mahfudz, Imam
Alusi berkata, ”Kami mempercayainya tanpa harus mencari hakikatnya
maupun bagaimana pencatatan didalamnya”. Dari Lauh al-Mahfudz,
bagaimanakah perjalan (turunnya) al-Qur'an selanjutnya?
Secara
implisit dalam surat al-Baqarah ayat 185, al-Dukhân ayat 3 dan al-Qadar
ayat 1 dijelaskan bahwa al-Qur'an turun secara langsung dan utuh pada
malam Lailatul Qadar. Turunnya al-Qur’an pada malam tersebut, masih
berdasarkan teks ayat di atas, tidak seperti turunnya al-Qur'an kepada
Rasulullah Saw. Karena al-Qur'an turun kepada Rasulullah Saw secara
berangsur-angsur selama masa kenabian, sedang makna implisit dari ketiga
ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur'an turun secara langsung dan
utuh di suatu tempat. Tempat tersebut terletak di langit dunia yang
bernama “Baitul Izzah” sebagaimana riwayat Ibnu Abbas: ”al-Qur'an
diturunkan (dari Lauh al-Mahfudz) dalam satu tempo ke langit dunia pada
malam Lailatul Qadar, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur (ke
bumi) selama 20 tahun”. (HR. Hakim dan Baihaqy). Ringkasnya, perjalanan
al-Qur'an dari Lauh al-Mahfudz tidak langsung ke bumi, melainkan
“transit” terlebih dahulu di Baitul Izzah. Demikian pendapat mayoritas
ulama tentang proses Nuzûl al-Qur’an. Kendati demikian tidak semua ulama
sependapat dengan pendapat di atas.
Imam Zarkasyi mengklasifikasi 3 pendapat ulama tentang proses Nuzûl al-Qur’an sebagai berikut:
1. Dari Lauh al-Mahfudz, Al-Qur'an turun ke Baitul Izzah pada satu malam Lailatul Qadar secara langsung (munajjam),
kemudian turun berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw. Pendapat ini
adalah pendapat mayoritas ulama, semisal Imam As-Suyûthî, Thabarî,
Qurthubî, Abu Syahbah dll.
2. Dari
Lauh al-Mahfudz, Al-Qur'an turun ke Baitul Izzah selama 20 malam
Lailatul Qadar, ada yang berpendapat selama 23 bahkan 25 malam Lailatul
Qadar. Pada setiap malam Lailatul Qadar, Allah Swt menurunkan beberapa
ayat untuk setahun sampai tiba malam Lailatul Qadar selanjutnya.
Pendapat ini dikemukakan oleh Muqatil, Imam Abdullah al-Halimî dan
Mawardî.
3. Al-Qur'an
mulai diturunkan –dari Lauh al-Mahfudz-- kepada Rasulullah Saw pada
malam Lailatul Qadar tanpa “transit” terlebih dahulu di Baitul Izzah
(karena kelompok pendapat ini tidak mengakui adanya Baitul Izzah). Yang
termasuk dalam kelompok pendapat ini yaitu Sya’bî, Muhammad Abduh,
Rasyid Ridhâ dan Ibnu Asyur.
Terlepas
dari perbedaan di atas, mayoritas umat Islam percaya bahwa Allah Swt
menurunkan al-Qur’an (kitab samawi yang diturunkan untuk terakhir
kalinya) dengan cara menurunkan lafazh dan kalimat-kalimat nafsi dengan
gaya bahasa Arab yang kemudian diturunkan ke dalam kalbu Rasulullah Saw.
Kemudian dikarenakan pengetahuan Rasulullah Saw terhadap makna dan arti lafazh dan kalimat-kalimat tersebut melalui dalalah i’tibari,
maka dengan perantara itulah beliau tahu akan lafazh dan
kalimat-kalimat tersebut dan dengan jalan inilah beliau menerima wahyu
Ilahi. Setelah itu barulah Rasulullah Saw menyampaikan lafazh dan
kalimat-kalimat tersebut dengan lisannya yang suci sesuai dengan lafazh
dan kalimat-kalimat dengan arti aslinya. Dan dari sinilah ia disebut
dengan Kalam Ilahi dan juga sebagai Mukjizat yang paling besar.
Ringkasnya,
bahwa kitab al-Qur’an yang dibaca umat Islam tidak turun begitu saja
dari langit, tetapi merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui perantara wahyu, yang diturunkan secara
berangsur-angsur selama 23 tahun.
Adapun tanggal 17 Ramadhan yang selama ini dijadikan sebagai peringatan “Nuzulul Qur’an”, erat kaitannya dengan ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat
tersebut diturunkan ketika Rasulullah saw berada di Gua Hira’ , yaitu
sebuah gua di Jabal Nur, yang terletak kira-kira tiga mil dari kota
Mekah. Ini terjadi pada malam Senin, tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41
dari usia Rasulullah 13 tahun sebelum Hijriyah. Bertepatan dengan bulan
Juli tahun 610 M. Malam turunnya permulaan al-Quran tersebut terjadi
pada ‘lailatul qodar” atau ‘lailatul mubarakah”, yaitu suatu malam
kemuliaan penuh dengan keberkahan.
Mengetahui makna dan hakikat “Nuzulul Qur’an”
merupakan sebagian hal penting yang harus diketahui umat Islam, agar
menambah keteguhan iman kepada kitab Allah SWT berupa al-Qur’an. Tetapi
jauh lebih penting adalah bagaimana menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan manusia.
Persoalan inilah yang menjadi keprihatinan sekaligus perhatian kita
bersama, mengingat realitas kehidupan umat Islam (sebagai umat mayoritas
di Indonesia) dari hari kehari semakin jauh dari al-Qur’an. Coba kita
perhatikan dan buktikan, apakah setiap keluarga muslim menyimpan
al-Qur’an di rumahnya?. Diduga jawabannya adalah ”tidak”. Apakah
keluarga muslim yang mempunyai kitab al-Qur’an telah mampu membaca kitab
suci itu? Diduga jawabannya adalah ”belum”. Apakah setiap muslim yang
membaca al-Qur’an mengetahui arti dan makna kandungannya? Jawabannya
adalah ”belum”. Apakah setiap muslim yang memahami kandungan al-Qur’an
mampu mengimplementasikan nilai-nilai al-Qur’an dalam sikap dan perilaku
hidupnya?. Sekali lagi jawabannya diduga serupa dengan sebelumnya.
Merupakan
kewajiban setiap orang yang mengaku dirinya muslim untuk senantiasa
menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupanya di
dunia. Wallahu a’lam. Dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.