Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
(QS. Al Qadar: 1-5).
Jika Engkau Dapati Lailatul Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a
pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri
tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana
terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu
jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang mesti
aku ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka
‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha
Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171, shahih)
Lebih Giat Ibadah di Akhir Ramadhan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat lebih rajin di akhir Ramadhan lebih dari hari-hari lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberi contoh dengan memperbanyak ibadahnya saat sepuluh hari terakhir
Ramadhan. Untuk maksud tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
sampai menjauhi istri-istri beliau dari berhubungan intim. Beliau pun
tidak lupa mendorong keluarganya dengan membangunkan mereka untuk
melakukan ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan.
‘Aisyah mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau
mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari
berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan
keluarganya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174). Imam
Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan untuk memperbanyak ibadah di
akhir Ramadhan dan disunnahkan pula untuk menghidupkan malam-malamnya
dengan ibadah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8:71)
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat
senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk
bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.”
Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat
jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)
Menghidupkan Malam Penuh Kemuliaan
Adapun yang dimaksudkan dengan
menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan
ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam
pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat
Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, ia berarti telah dinilai
menghidupkan malam tersebut”. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 329).
Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa
pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an (‘Aunul Ma’bud, 4/176). Namun
amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar
berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam
lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901).
Jika seorang meraih lailatul qadar dengan
i’tikaf, itu lebih bagus. Namun i’tikaf bukanlah syarat untuk dapati
malam kemuliaan tersebut. Begitu pula bukanlah syarat mesti di masjid
untuk dapati lailatul qadar. Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah
bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas,
haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai dalam
dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh
Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa
saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam
tersebut.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 341).
Semoga Allah beri taufik kepada kita
sekalian untuk terus perbanyak ibadah di akhir-akhir Ramadhan dan moga
kita juga termasuk hamba yang mendapatkan malam penuh kemuliaan,
lailatul qadar. Wallahu waliyyut taufiq.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah berkata, “Kecuali puasa, Aku yang akan membalas orang yang mengerjakannya, karena dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsu dan makannya karena Aku.” (HR. Muslim)
“Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja, dan berapa banyak orang yang mendirikan ibadah di malam hari, tapi hanya mendapatkan begadang saja.” (HR. Ahmad)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra: Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda : “Ketika datang bulan Ramadhan: Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkat, diwajibkan atas kamu untuk shaum, dalam bulan ini pintu Jannah dibuka, pintu Neraka ditutup, setan-setan dibelenggu. Dalam bulan ini ada suatu malam yang nilainya sama dengan seribu bulan, maka barangsiapa diharamkan kebaikannya (tidak beramal baik di dalamnya), sungguh telah diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini). ” (HR. Ahmad, Nasai dan Baihaqy. Hadits Shahih Ligwahairihi).
Diriwayatkan dari Urfujah, ia berkata : Aku berada di tempat ‘Uqbah bin Furqad, maka masuklah ke tempat kami seorang dari Sahabat Nabi SAW ketika Utbah melihatnya ia merasa takut padanya, maka ia diam. ia berkata: maka ia menerangkan tentang shaum Ramadhan ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda tentang bulan Ramadhan: Di bulan Ramadhan ditutup seluruh pintu Neraka, dibuka seluruh pintu Jannah, dan dalam bulan ini Setan dibelenggu. Selanjutnya ia berkata : Dan dalam bulan ini ada malaikat yang selalu menyeru : Wahai orang yang selalu mencari/ beramal kebaikan bergembiralah anda, dan wahai orang-orang yang mencari/berbuat kejelekan berhentilah (dari perbuatan jahat). Seruan ini terus didengungkan sampai akhir bulan Ramadhan. ” (Riwayat Ahmad dan Nasai)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. “Sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda : Shalat lima waktu, Shalat Jum’at sampai Shalat Jum’at berikutnya, Shaum Ramadhan sampai Shaum Ramadhan berikutnya, adalah menutup dosa-dosa (kecil) yang diperbuat diantara keduanya, bila dosa-dosa besar dijauhi.”(H.R.Muslim)
Malam lailatul qodar sebenarnya menurut saya bersifat individu, itu adalah kulminasi dari ibadahnya yang dilakukan selama bulan Ramadhan… Pahala ibadah puasa sudah tidak pake hitung-hitungan, karena pahalanya adalah sudah menjadi urusan Allah swt dengan si individu itu sendiri. Jadi langsung dari sisi Allah swt itu sendiri. Sebagaimana di ungkapkan dalam Hadits :
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah berkata, “Kecuali puasa, Aku yang akan membalas orang yang mengerjakannya, karena dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsu dan makannya karena Aku.” (HR. Muslim)
Jadi bisa dikatakan, bahwa bulan puasa adalah bulan untuk meningkatkan spiritualitas kita dalam bermakrifat Taqoruban ilallah atau berjalan menuju kepada Allah swt. Dan puncak pencapaian keruhanian tersebut adalah terjadi di sebuah malam di saat si hamba memperoleh kemulian dari Allah swt sehingga malam itu disebut sebagai Malam kemuliaan atau malam Lailatul Qodar, yang lebih mulia dari seribu bulan… Atau malam turunnya anugerah Allah SWT kepada si hamba. Karena di malam itu yang terjadi adalah sebuah proses peningkatan ruhani dari si hamba yang sudah bukan lagi Evolusi spiritual tetapi sudah merupakan REVOLUSI SPIRITUAL YANG DAHSYAT, sehingga nilainya setara dengan sebuah meditasi ataupun perjalanan ruhani yang dilakukan selama seribu bulan.
Puasa adalah ibadah yang pahala dan balasannya tak seorang pun yang tahu. Puasa menjadi rahasia Allah SWT. Puasa adalah untuk Allah dan hanya Allah yang tahu kadar mengapresiasi puasa masing-masing orang. Rahasia ini menjadi kekuatan dahsyat bagi seorang hamba yang senantiasa menjalan puasa, baik sunah maupun fardhu.
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab RA, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan” (HR Bukhari & Muslim, Sahih)
Secara khusus, puasa ditujukan demi meraih kecintaan dari Allah. Jika Allah sudah mencintai hamba-Nya, segala apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan hamba-Nya pasti dipenuhi oleh Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW di dalam hadits qudsi.
Allah SWT berfirman dalam hadits Qudsi, “Apabila seorang hamba mendekatkan diri kepadaku sejengkal, Aku mendekatinya sehasta. Apabila ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat sedepa. Apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku datang dengan berlari.”(HR Bukhari).
Puasa merupakan salah cara pendekatan yang efektif. Puasa menjadi media pendekatan yang selalu dipakai oleh para nabi dan umat-umat terdahulu. Puasa menjadi lambang keikhlasan antar hamba dan Khalik. Puasa menjadi media meningkatkan ketakwaan, keimanan, dan empati sosial.
Demikianlah, puasa menjadi jembatan untuk menggapai ridha dan cinta Allah. Menurut Imam Ghazali, terdapat enam perkara rahasia-rahasia puasa dan syarat-syarat batinnya.
- Memejamkan mata dan menahannya pandangannya dari segala bentuk tercela dan dibenci agama. Dan, memperbanyak zikir agar hati tidak lalai.
- Memelihara lidah dari perkataan sia-sia, bohong, mencaci maki, berbicara kotor, menimbulkan permusuhan, dan riya`.
- Memelihara pendengaran dari hal-hal yang dilarang dan dibenci Allah SWT.
- Memelihara seluruh tubuh yang lain dari berbuat dosa, dari segala aktivitas yang dibenci Allah SWT dan memakan barang-barang subhat dan diharamkan.
- Tidak makan terlalu kenyang ketika berbuka puasa.
- Hatinya selalu merasa bimbang antara takut (khauf) dan harap (raja’), karena ia tidak mengetahui apakah puasanya diterima Allah atau puasanya ditolak.
Jika sudah demikian, apa yang Anda butuhkan, apa yang Anda pinta kepada Allah, niscaya Allah tidak akan menyia-nyiakan dan meninggalkan Anda. Laksana seorang kekasih, ia akan berbuat apa saja sesuai keinginan kekasihnya, selama itu baik baginya.
Sekarang, maukah Anda menjadi kekasih Allah? Tentu. Jalannya, cintailah Dia dengan mendekatkan diri kepadanya sebagai bukti kecintaan kepada-Nya. Salah satunya dengan puasa.
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.