Sunnah secara bahasa adalah jalan atau cara, sehingga sunnah nabi secara bahasa yaitu jalan atau cara nabi di dalam perkara agama.
Ibnu Rajab dalam kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan As Sunnah pada asalnya adalah jalan
yang ditempuh, dan itu meliputi sikap berpegang teguh dengan apa yang
dijalani oleh Nabi dan para khalifahnya baik keyakinan, amalan, maupun
ucapan. Dan inilah makna As Sunnah secara sempurna.
Itulah yang kami maksud dengan As Sunnah dalam pembahasan ini,
sehingga kami tidak terpaku pada istilah Sunnah menurut ahli fikih atau
sunnah menurut ahli ushul fikih atau Sunnah dalam arti akidah, tetapi
mencakup itu semua.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَ سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ …
“Wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Al
Khulafaa’ Ar Rasyidiin …” (Shahih, HR Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dari
hadits Al Irbadh bin Sariyah, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani
dalam Shahihul Jami’, no: 2549)
PERINTAH MEMULIAKAN SUNNAH
Sunnah Nabi, sebuah istilah yang kerap kita mendengar dan
mengucapkannya. Karena memang ia merupakan landasan hidup kita sebagai
penganut ajaran Islam. Kita semua sepakat untuk menjunjung tinggi dan
mengagungkan Sunnah dan bersepakat pula bahwa yang merendahkannya
berarti menghinakan Islam dan ajaran Nabi.
Namun jika kita menengok realita yang ada, apa yang dilakukan kaum
muslimin dalam menyikapi Sunnah Nabi nampaknya sudah jauh dari yang
semestinya. Bahkan keadaannya sangat parah. Tidak tanggung-tanggung, di
antara mereka ada yang menolak dengan terang-terangan Sunnah yang tidak
mutawatir dan mengatakan hadits ahad bukan hujjah (dalil) dalam masalah
akidah.
Ada pula yang menolak dan mengingkari Sunnah Nabi secara total dengan
berkedok mengikuti Al Qur’an saja. Padahal Al Qur’an tidak mungkin
dipisahkan dari Sunnah. Al Qur’an memerintahkan untuk mengambil apa saja
yang datang dari Nabi (Sunnahnya).
Al Imam Abu Qilabah berkata: “Jika kamu ajak bicara seseorang dengan
menyebutkan Sunnah kepadanya lalu dia mengatakan: ‘Tinggalkan kami dari
ini (penyebutan sunnah) dan sebutkan (pada kami) Kitabullah (Al Qur’an
saja).’ Maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang sesat.”(Lihat
kitabTabaqat Ibni Sa’ad, 7/184, Ta’dhimus Sunnah, 25)
Bentuk yang lebih parah dari ‘sekedar’ menolak adalah mengolok-olok
Sunnah dan orang-orang yang mencoba berjalan di atasnya. Ada pula yang
dengan terang-terangan menolak hadits Nabi karena dinilai tidak sesuai
dengan akal atau realita zaman (menurut apa yang dia sangka).
Sangat disayangkan sikap-sikap seperti ini justru sering dimiliki
oleh orang-orang yang terjun ke kancah dakwah. Padahal lisan mereka juga
mengatakan bahwa kita wajib mengagungkan Sunnah.
Mengagungkan Sunnah adalah perkara yang besar dan bukan sekedar
isapan jempol. Ia butuh bukti nyata dan praktek dalam kehidupan. Namun
kini keadaannya justru sebaliknya, banyak orang menolaknya, banyak orang
mengabaikannya bahkan mengolok-ngoloknya.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka lakukanlah sedang
apa yang beliau larang darinya maka berhentilah.” (Al Hasyr: 7)
“Barangsiapa yang menaati Rasul berarti ia telah menaati Allah.” (An Nisa’: 80)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Ketiga ayat ini menunjukkan secara tegas bagaimana semestinya kita
menempatkan Sunnah Nabi, yakni wajib mengambilnya dan merupakan
keharusan yang tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan Sunnah
tersebut sebagai pedoman dalam melangkah dan melakukan ketaatan kepada
Allah. Oleh karena itu Allah jadikan Nabi-Nya sebagai penjelas dan
penjabar Al Qur’an bukan sekedar menyampaikan atau membacakannya secara
lafadz saja, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44)
Demikian pula Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda:
‘Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat
kepada pimpinan, walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak
karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku ia akan melihat
perbedaan yang banyak, maka disaat seperti itu wajib atas kalian
bepegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Al Khulafa’ Ar Rasyidin,
gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian dan jauhilah perkara-perkara
yang baru (bid’ah) karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” (Shahih,
HR Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi dari hadits Al Irbadh bin Sariyah,
dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’, no: 2549)
LARANGAN MENINGGALKAN SUNNAH NABI
Abu Bakar Ash Shiddiq Rodhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Tidaklah suatu
amalan pun yang dilakukan oleh Rasulullah kecuali pasti saya juga
melakukannya dan saya takut jika saya tinggalkan sesuatu darinya lalu
saya sesat.”
Wahai saudaraku… Orang yang paling jujur (Abu Bakar) khawatir
terhadap dirinya untuk tersesat jika menyelisihi sesuatu dari jalan
Nabi. Maka bagaimana jadinya dengan sebuah jaman yang penduduknya
mengolok-olok Nabi mereka dan perintah-perintahnya bahkan berbangga
dengan menyelisihi dan mengolok-oloknya.
Maka sangat mengherankan kalau seseorang tahu Sunnah lalu
meninggalkannya dan mengambil pendapat yang lain sebagaimana dialami
oleh Al Imam Ahmad: “Saya merasa heran terhadap sebuah kaum yang tahu
sanad hadits dan keshahihannya kemudian memilih pendapat Sufyan
(maksudnya Sufyan Ats Tsauri-red) padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman: Maka hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah
Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang pedih (An-Nur:
63). Tahukah kalian apa arti fitnah? Fitnah adalah syirik.” (Fathul
Majid, 466).
Demikian pula suatu saat Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah ditanya
tentang sebuah masalah maka beliau mengatakan bahwa dalam masalah ini
diriwayatkan demikian dan demikian dari Nabi. Maka si penanya
mengatakan: “Wahai Al Imam Asy Syafi’i, apakah engkau berpendapat sesuai
dengan hadits itu?” Maka beliau langsung gemetar lalu mengatakan:
“Wahai, bumi mana yang akan membawaku dan langit mana yang akan
menaungiku, jika aku riwayatkan hadits dari Nabi kemudian aku tidak
memakainya?! Tentu, hadits itu di atas pendengaran dan penglihatanku
(yang aku junjung tinggi).” (Shifatus Shafwah, 2/256, Ta’dhimus Sunnah,
28).
Dalam kesempatan lain beliau ditanya dengan pertanyaan yang mirip
lalu beliau gemetar dan menjawab: “Apakah engkau melihat aku seorang
Nasrani? Apakah kau melihat aku keluar dari gereja? Ataukah engkau
melihat aku memakai ikat di tengah badanku (yang biasa orang Nasrani
memakainya-red)? Saya meriwayatkan hadits dari Nabi lalu saya tidak
mengambilnya sebagai pendapat saya?!” (Miftahul Jannah, 6)
PAHALA BAGI ORANG YANG BERPEGANG DENGAN SUNNAH NABI
Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda:
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di
hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah
Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Seseorang
bertanya: “Limapuluh dari mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab:
“Pahala limapuluh dari kalian.” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi
lihat Silsilah Ash Shahihah no. 494)
JAMINAN BAGI ORANG YANG BERPEGANG TEGUH DENGAN SUNNAH NABI
Selama seseorang berada di atas Sunnah Nabi maka dia tetap berada di
atas istiqamah. Sebaliknya, jika tidak demikian berarti ia telah
melenceng dari jalan yang lurus sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar:
“Manusia tetap berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti
jejak Nabi.” ( Riwayat Al Baihaqi, lihat Miftahul Jannah no.197). ‘Urwah
mengatakan: “Mengikuti Sunnah-Sunnah Nabi adalah tonggak penegak
agama.” (Riwayat Al Baihaqi, Miftahul Jannah no: 198)
Seorang tabi’in bernama Ibnu Sirin mengatakan: “Dahulu mereka
mengatakan: selama seseorang berada di atas jejak Nabi maka dia berada
di atas jalan yang lurus.” (Riwayat Al Baihaqi, Miftahul Jannah no. 200)
Oleh karena itu, Allah berfirman:
وَإِنْ تُطِيْعُوهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika kalian menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (An-Nur: 54)
Wallahu ‘A’lam bish Showab
Home
»
»Unlabelled
» Sunnah
Sunnah
07 Aug 2012Recent Posts
DUSUN SURUHAN DESA PASURUHAN, KECAMATAN BINANGUN CILACAP , ZONA MERAH COVID19
09 Nov 20200Belum ada berita resmi dari pemerintah desa Pasuruhan dan atau satgas penanganan covid 19 Kec.Binang...Read more »
Hikmah Sedekah dalam keadaan Lapang dan Sempit
06 Oct 20201Hikmah Sedekah dalam keadaan Lapang dan Sempit Bersedekah adalah perbuatan yang sangat di...Read more »
RUQYAH SYAR'IYYAH
04 Oct 20200Ruqyah syar’iyyah merupakan sebuah teknik terapi penyembuhan de...Read more »
Wiro Sableng #177 : Jaka Pesolek Penangkap Petir
24 Dec 20170WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito Episode : MALAM JAHANAM DI MAT...Read more »
Aku Ingin Mama Kembali
24 Dec 20170Di Propinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki-laki yang luar biasa, sebut saja namanya Zhang Da....Read more »
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.